Wednesday, July 29, 2015

Tugas Pariwisata Planetarium

Ini adalah tugas Kepariwisataan buatan kami. Kami mengunjungi Planetarium di daerah Jakarta Pusat beberapa waktu lalu. Sedikit pemberitahuan seputar Planetarium, Planetarium dan Observatorium Jakarta adalah satu dari tiga wahana simulasi langit di Indonesia. Planetarium tertua ini letaknya di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Planetarium Jakarta merupakan sarana wisata pendidikan yang dapat menyajikan pertunjukan / peragaan simulasi perbintangan atau benda-benda langit. Pengunjung diajak mengembara di jagat raya untuk memahami konsepsi tentang alam semesta melalui acara demi acara.

Planetarium Jakarta berdiri tahun 1964 diprakarsai Presiden Soekarno  dan diserahkan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 1969. Di tempat ini juga tersedia ruang pameran benda- benda angkasa yang menyuguhkan berbagai foto serta keterangan lengkap dari berbagai bentuk galaksi, teori-teori pembentukan galaksi disertai pengenalan tokoh-tokoh di balik munculnya teori.

Di ruang pameran ini, ada juga pajangan baju antariksa yang digunakan mengarungi angkasa, termasuk mendarat di bulan. Beberapa peralatan lain untuk pengamatan antariksa turut dipamerkan.

Selain pertunjukan Teater Bintang dan multimedia / citra ganda, Planetarium & Observatorium Jakarta juga menyediakan sarana prasarana observasi benda-benda langit melalui peneropongan secara langsung, untuk menyaksikan fenomena / kejadian-kejadian alam lainnya, seperti gerhana bulan,gerhanamatahari,komet dan lain-lain.


Berikut adalah video dokumentasi yang kami buat:


Monday, April 27, 2015

Kelebihan dan Kekurangan Tempat Wisata di Indonesia

     
A. Pink Beach 

     Pantai Tangsi atau yang lebih dikenal dengan Pantai Pink dari Pulau Lombok terletak di desa Sekaroh, kecamatan Jerowaru, kabupaten Lombok Timur adalah sebuah destinasi wisatawan yang menarik dan patut untuk dikunjungi karena keunikannya. Pantai ini merupakan salah satu dari tujuh pantai di dunia yang memiliki pasir pantai berwarna pink, dan satu dari dua pantai di Indonesia yang memiliki pasir pantai berwarna pink.




      Warna pink pada pasirnya terbentuk karena butir-butir asli warna putih pasir bercampur dengan serpihan karang merah muda. Bias sinar matahari dan terpaan air laut menambah semakin jelas terlihat warna pink pantai tersebut. Pantai ini begitu tenang dan hanya memiliki ombak yang kecil sehingga membuat wisatawan lebih nyaman ketika bermain disana. Keindahan Pantai Pink pun terlihat sempurna dengan hamparan bukit di sekelilingnya. Di sisi kiri ada bukit dengan padang rumput yang luas dan dari bukit inilah pemandangan Pantai Pink terlihat sangat indah Selain itu, ada juga tanjung yang eksotis di sisi kanan dengan gazebo yang memang disediakan di atasnya.

Kelebihan :
- Pantai ini begitu unik karena memiliki pasir berwarna Pink
- Karena jauh dari pusat kota, pantai Pink masih sangat bersih dari sampah
- Disekitar lokasi banyak yang menjual aneka makanan seafood yang cocok sekali dimakan disekitar pantai.
- Air laut dan ekosistem nya sangat indah.

Kekurangan :
- Dikarenakan jauh dari pusat kota, akan menempuh jarak yang cukup jauh untuk pergi ke kota.
- Minim transportasi.
- Tarif penginapan dan makanan relatif mahal.
- Perjalanan cukup rumit untuk sampai ke lokasi.
- Pilihan penginapan terbatas.


B.  Lubang Buaya 

Lubang Buaya adalah sebuah tempat di kawasan Pondok Gede, Jakarta yang menjadi tempat pembuangan para korban Gerakan 30 September pada 30 September 1965. Secara spesifik, sumur Lubang Buaya terletak di Kelurahan Lubang Buaya di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Lubang Buaya pada terjadinya G30S saat itu merupakan pusat pelatihan milik Partai Komunis Indonesia. Saat ini di tempat tersebut berdiri Lapangan Peringatan Lubang Buaya yang berisi Monumen Pancasila, sebuah museum diorama, sumur tempat para korban dibuang, serta sebuah ruangan berisi relik.



Nama Lubang Buaya sendiri berasal dari sebuah legenda yang menyatakan bahwa ada buaya-buaya putih di sungai yang terletak di dekat kawasan itu. Di Lubang Buaya terdapat patung elang dan patung pahlawan, patung elang itu sangat besar. Selain itu juga terdapat rumah yang di dalamnya ketujuh pahlawan revolusi disiksa dan dibunuh. Terdapat mobil yang digunakan untuk mengangkut orang-orang.

Kelebihan :
- Tempat parkiran mobil luas, sehingga pada hari libur tidak kesulitan mencari parkiran.
- Banyak tempat istirahat, seperti kantin mini, sehingga ketika rasa capek muncul, bisa istirahat sejenak untuk minum.
- Banyak pohon rindang, sehingga mengesankan adem untuk sekedar menggelar tiker bersama keluarga.
- Tempat yang luas, sehingga banyak angin yang lalu lalang, sehingga terasa tidak panas.
- Jika datang pada hari yang berhubungan dengan kepahlawanan, biaya masuk GRATIS.
- Biaya tiket masuk tergolong murah.
- View untuk sekedar mengambil foto tergolong bagus untuk kenang kenangan.

Kekurangan :
- Pertama masuk, kami membayar tiket masuk, lalu masuk kedalam dan disana rute yang dilalui terlalu jauh, - sehingga pengunjung pejalan kaki akan lebih jauh jika tidak menggunakan kendaraan.
- Masih banyak berserakan sampah yang masih sembarangan di lingkungan museum, karena ketidakpedulian pengunjung.
- Masih banyak coretan coretan yang sedikit mengganggu keindahan dan kenyamanan lingkungan, berupa nama nama pengunjung, biasanya orang yang berpacaran disana, karena disana banyak tempat yang sepi.
- Masih banyak replika yang kosong tidak beserta nama dari pahlawan tersebut.
- Banyak ruangan yang AC nya mati, sebab ruangan disana tertutup sehingga agak sedikit panas, dan masi tahap renovasi tetapi tidak selesai selesai.
- Lampu penerangan sangat kurang, sehingga untuk melihat replika lainnya agak redup, sehingga mengesankan mistis.
- Fasilitas lain seperti jembatan banyak yang berkarat karena melihat dari sisi yang sudah lama tempat itu berada.
- Kamar mandi yang kurang bersih, banyak atap yang sudah bolong sepertinya terkena bocor.




Sunday, March 29, 2015

Soft Skill Kepariwisataan

PARIWISATA


Latar belakang munculnya pariwisata di dunia telah ada semenjak adanya perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain. Dan oleh sebab itu, kebutuhun akan perjalanan yang dilakukan haruslah terpenuhi, motivasi dan motif perjalanan wisata berbeda-beda, sesuai dengan ekonomi dan lingkungan masyarakat itu sendiri serta sesuai dengan tingkat perkembangan dan tingkat sosial budaya mereka.

Menurut beberapa para ahli , pariwisata dimulai sejak dimulainya peradaban manusia itu sendiri dengan ditandai adanya pergerakan penduduk yang melakukan ziarah dan perjalanan agama lainnya, serta perjalanan keingin tahuaan, perasaan takut, gila kehormatan dan kekuasaan sehingga membuat mereka melakukan suatu perjalanan. Menurut World Tourism Organization (WTO) dan sekarang berubah namanya menjadi United Nations World Tourism Organization (UNWTO) , secara sepintas membagi perkembangan atau sejarah pariwisata ke dalam 3 (tiga) jaman, yaitu: Jaman Kuno, Jaman Pertengahan, dan Jaman Modern.
1.     Jaman Kuno
Ø  Adanya dorongan untuk mengetahui adat istiadat  dan kebiaaan orang lain, dorongan karena kebutuhan praktis dalam bidang politik dan perdagangan, doronga yang berhubungan dengan agama, dll.
Ø  Sarana dan dan fasilitas pada jaman ini untuk melakukan kegiata perjalanan sangat sederhana. Alat angkutan tersebut berupa binatang seperti kuda, onta, atau perahu-perahu kecil. Namaun yang paling sering adalah perjalanan dengan jalan kaki berpuluh-puluh  hingga beratus-ratus kilometer jauhnya. Seperti, pedagang Yunani ke Laut Hitam, Pedagang Visia ke Afrika , dll.
Ø  Belum adanya badan-badan yang mengatur kepariwisataan. 
Ø  Akomodasi yang digunakan masih sederhana,.
Ø  Pengaturan perjalanan ditentukan individu, baik oleh perorangan maupun kaum-kaum.

2.     Jaman Pertengahan
Ø  Motifasi perjalanan lebih luas, selain perjalanan agama dan hal lainnya seperti di jaman kuno, motifasi juga berupa tujuan yang berhungunan dengan kepentingan negara dan motif menambah pengetahuan karena pada jaman ini sudah ada perguruan-perguruan tinggi.
Ø  Pedagang pada jaman ini sudah tidak menggunakan sistem barter, melainkan cukup membawa contoh barang yang ditawarkan pada pekar-pekan raya perdangan. Seperti Aix-la-cappalle.
Ø  Karena sudah seringnya perjalanan antar negara maka berbagai negara mengeluarkan aturan-aturan guna melindungi kepentingan negara, penduduknya dan wisatawan.
Ø  Akomodasi yang bersifat komersil mulai ada meskipun bersifat sederhana. Demikian juga restoran guna memenuhi kebutuhan pelancong.
Ø  Angkutan darat pada jaman ini tidak hanya kuda, melainkan kereta yang ditarik kuda maupun keledai. Sedangkat angkutan daratnya menggunakan kapal-kapal yang mulai besar.

3.     Jaman Modern
Ø  Pada jaman ini motif untuk melakukan perjalanan sudah banyak seperti pendidikan, kesehatan, penelitian, tugas negara, sekedar mencari hiburan dal lain-lain.
Ø  Akomodasi tumbuh dengan subur serta dengan fasilitas semakin lengkap.
Ø  Keharusan dan Formalitas para pelancong atau wisatawan harus membawa identitas diri yang lengkap sesuai aturan.
Ø  Transportasi yang digunakan menggunakan mesin motor serta angkutan udara sehingga menmpuh jarak jauh dengan waktu yang lebih cepat.
Ø  Adanya badan atau organisasi yang menyusun aturan perjalanan.

Dari beberapa perkembangan jaman tersebut, pada jaman modern ini pariwisata telah berubah menjadi sebuah industri yang sangat menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu Negara. Perkembang tersebut telah menjadi sebuah gudang ilmu dalam perkembangan dunia pariwisata, berbagai macam pengertian maupun definisi tentang pariwisata dimana pengertian tersebut telah muncul di perancis pada akhir abad ke 17. Tahun 1972 Maurice Menberbitkan buku petunjuk “The True Quide For Foreigners Travelling In France To Appriciate Its Beealities, Learn The Language And Take Exercise. Dalam buku ini disebutkan ada dua perjalanan yaitu perjalanan besar dan kecil (Grand Tour dan Perit Tour).
Pertengah abad ke-19 Jumlah orang yang berwisata masih terbatas karena butuh waktu lama dan biaya besar, keamanan kurang terjamin, dan sarananya masih sederhana, tetapi sesudah Revolusi Industri Keadaan itu berbuah, tidak hanya golongan elit saja yang bisa berpariwisata tapi kelas menengah juga. Hal ini ditunjang juga oleh adanya kereta api. Pada abad Ke-20 terutama setelah perang dunia II kemajuan teknik produksi dan teknik penerbangan menimbulkan peledakan pariwisata. Perkembangan terkahir dalam pariwisata adalah munculnya perjalanan paket (Package tour).
Pada tanggal 12-14 Juni 1985, kata pariwisata lebih dikenal dengan istilah tourisme. Kemudian diselenggarakan Munas (Musyawarah Nasional) di Teretes (Jatim), yang di dalam musyawarah itu dihasilkan sebuah istilah baru yakni tourisme diganti dengan kata pariwisata. Kata pariwisata ini diusulkan oleh Bapak Prof. Prijono yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan atas himbauan Bapak Presiden Indonesia Ir. Soekarno. Dan selanjutnya pada tahun 1960 istilah Dewan Tourisme Indonesia diganti menjadi Dewan Pariwisata Nasional.
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia kata Wisata berasal dari bahasa Jawa Kuno yang tergolong kata verbal (kata kerja) dan bermakna, (1) berpergian bersama-sama (untuk memperluas pengetahuan, bersenang-senang, dsb), dan (2) piknik. Wisatawan, sering juga disebut turis ialah orang yang berpergian untuk tujuan tertentu. Dari kata wisata juga terbentuk kata Pariwisata sebagai padanan kata bahasa inggris tourism. Kata pari dalam bahasa jawa kuno bermakna ‘semua’, ‘segala’, ‘sekitar’, atau ‘sekeliling’. Maka pariwisata dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan pariwisata,  (sulastiyono, 2006-3).


Pengertian Pariwisata
Dari uraian tentang pariwisata diatas belum memberikan pengertian yang jelas dan tidak mempunyai ketentuan mengenai batasan-batasan dari pengertian pariwisata tersebut. Definisi pariwisata secara umum menurut butir 3, pasal 1 mengenai ketentuan umum dalam UU RI No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan adalah sebagai berikut: “kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha”, (dalam Pertiwi, 2011-2).
Sebagai bahan pertimbangan dapat kita lihat beberapa pendapat ahli kepariwisataan mengenai pengertian pariwisata, antara lain:
1.     Salah Wahab (1975:55) mengemukakan definisi pariwisata, yaitu : pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya. Selanjutnya, sebagai sektor yang komplek, pariwisata juga merealisasi industri-industri klasik seperti industri kerajinan tangan dan cinderamata, penginapan dan transportasi.
2.     Pariwisata menurut Prof. Salah Wahab (dalam Yoeti, 1982:107)
A proposeful human activity that serve as a link between people either within one some country or beyond the geographical limits or state. It involves the temporary displacement of people to other region, country, for the satisfaction of varied needs other than exciting a renumareted function ”.
“ Pariwisata adalah suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri atau di luar negeri (meliputi pendiaman orang-orang dari daerah lain) untuk mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya dimana ia memperoleh pekerjaan tetap ”.
3.     Mathieson dan Wall (1982) mendefinisikan pariwisata sebagai serangkaian aktivitas berupa aktivitas perpindahan orang untuk sementara waktu ke suatu tujuan di luar tempat tinggal maupun tempat kerjanya yang biasa, aktivitas yang dilakukannya selama tinggal di tempat tujuan tersebut, dan kemudahan-kemudahan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhannya baik selama dalam perjalanan maupun di lokasi tujuannya.
4.     Burkart dan Medlik (1987) pariwisata sebagai suatu tranformasi orang untuk sementara san dalam jangka waktu jangka pendek ketujuan-tujuan di luar tempat dimana mereka hidupdan bekerja, dan kegiatan – kegiatan mereka selama tinggal di tempat- tempat tujuan itu.
5.     Pariwisata menurut Prof.K. Krapt dan Prof. Hunziker (dalam Yoeti, 1996:112)
Pariwisata adalah keseluruhan dari gejala-gejala yang ditimbulkan dari perjalanan dan pendiaman orang-orang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara, asalkan orang asing itu tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktivitas yang bersifat sementara.
6.     Pariwisata menurut Mr. Herman V. Schulard (dalam Yoeti, 1996:114)
Pariwisata adalah sejumlah kegiatan terutama yang ada kaitannya dengan perekonomian secara langsung berhubungan dengan masuknya orang-orang asing melalui lalu lintas di suatu negara tertentu, kota dan daerah.
7.     Kodhyat (1998) pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ketempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan atau kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasiaan dan kebahagiaan dengan lingkungan dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.
8.     Menurut WTO/UNWTO (1999), pariwisata adalah kegiatan manusia yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan kesehariannya.
9.     Menurut Richard Sihite dalam Marpaung dan Bahar (2000:46-47) menjelaskan definisi pariwisata sebagai berikut : Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain meninggalkan tempatnya semula, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamsyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.
10.  Richardson and fluker (2004) Tourism comprises the activities or persons,travelling to and staying in place outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure,bussines and other purpose.
11.  Koen Meyers (2009), pariwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh semntara waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan  untuk menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk memenuhi  rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang atau libur serta tujuan-tujuan lainnya.
12.  Pariwisata menurut E. Guyer Fleuler, mengemukakan
Pariwisata dalam arti modern adalah fenomena dari zaman sekarang yang pada umumnya didasarkan atas kebutuhan, kesehatan dan pergantian hawa. Sedangkan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil dari perkembangan perniagaan, industri, perdagangan, serta penyempurnaan dari alat-alat pengangkutan.
13.  Menurut Hunziger dan krapf dari swiss dalam Grundriss Der Allgemeinen Femderverkehrslehre, menyatakan pariwisata adalah keserluruhan jaringan dan gejala-gejala yang berkaitan dengan tinggalnya orang asing disuatu tempat dengan syarat orang tersebut tidak melakukan suatu pekerjaan yang penting (Major Activity) yang memberi keuntungan yang bersifat permanent maupun sementara.

Para ahli di Indonesia sendiri menjelaskan beberapa definisi tentang pariwisata, antara lain:
1.     Soekadijo (1996) pariwisata adalah gejala yang komplek dalam masyarakat, didalamnya terdapat hotel, objek wisata, souvenir, pramuwisata, angkutan wisata, biro perjalanan wisata, rumah makan dan banyak lainnya.
2.     Suwantoro (1997) pariwisata adalah suatu proses kepergiaan sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain dari luar tempat tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan kepergian yang menghasilkan uang.
3.     Menurut A.J. Burkart dan S. Medik (1987) Pariwisata adalah perpindahan orang untuk sementara dan dalam jangka waktu pendek ke tujuan- tujuan diluar tempat dimana mereka biasanya hlidup dan bekerja dan kegiatan-kegiatan mereka selama tinggal di tempat-tempat tujuan itu.
4.     Menurut pendapat Soekadijo (1997:8), Pariwisata ialah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan
5.     Menurut Kusudianto (1996:11) adalah suatu susunan organisasi, baik pemerintah maupun swasta yang terkait dalam pengembangan, produksi dan pemasaran produk suatu layanan yang memenuhi kebutuhan dari orang yang sedang bepergian.
6.     Gamal (2002) pariwisata difenisikan sebagai bentuk. Suatu proses kepergian sementara dari seorang, lebih menuju ke tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiaanya adalah karena berbagai kepentingan ekonomi, sosial, budaya, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain.
7.     Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata (Yoeti, 1997:194).


Jenis Jenis Pariwisata

a. Wisata Alam



Taman Laut Nasional Bunaken mempunyai area dengan luas 75.265 ha. Terdapat 5 pulau yang termasuk dalam taman nasional ini yaitu Pulau Naen, Pulau Bunaken, Pulau Manado Tua, Pulau Siladen, dan Pulau Mantehage beserta anak pulau yang di sekelilingnya. Dan jumlah penduduk yang ada di kelima pulau tersebut sekitar 21.000 orang.
taman laut nasional bunakenSecara geografis Pulau Bunaken termasuk dalam wilayah perairan “Segi Tiga Emas“. Lebih dari sekitar 3000-an spesies ikan berada di Bunaken. Wilayah “Segi Tiga Emas” adalah jalur perairan laut yang menghubungkan laut Filipina, laut Papua, dan laut Indonesia. Karena kekayaan alam yang berada di Bunaken, organisasi nasional dan internasional non pemerintah saling bekerja sama dalam menjalankan konservasi terumbu karang dan mangrove.

b. Wisata Keagamaan

Sejarah mencatat bahwa agama Hindu dan Buddha pernah masuk dan memengaruhi kehidupan spiritual di Indonesia dengan adanya peninggalan sejarah seperti candi dan prasasti di beberapa lokasi. Jejak-jejak peninggalan agama Buddha yang terbesar adalah Candi Borobudur yang terletak di Magelang dan merupakan candi Buddha terbesar di dunia dan masuk dalam daftar Warisan Budaya Dunia UNESCO pada tahun 1991.[54] Pada abad ke-13 hingga ke-16 Islam masuk ke nusantara menggantikan era kerajaan Hindu-Buddha.
Pada masa ini, banyak ditemukan masjid yang merupakan akulturasi kebudayaan antara Hindu-Buddha-Jawa dengan agama Islam seperti terlihat pada Masjid Agung Demak dan Masjid Menara Kudus.
Masjid Agung Demak dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya para ulama (wali) yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa yang disebut dengan Walisongo. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi.




Masjid Menara Kudus (disebut juga dengan Masjid Al Aqsa dan Masjid Al Manar) adalah sebuah mesjid yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1549 Masehi atau tahun 956 Hijriah dengan menggunakan batu Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertama. Masjid ini terletak di desa Kauman, kecamatan Kota, kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Mesjid ini berbentuk unik, karena memiliki menara yang serupa bangunan candi. Masjid ini adalah perpaduan antara budaya Islam dengan budaya Hindu. Pada masa kini, masjid ini biasanya menjadi pusat keramaian pada festival dhandhangan yang diadakan warga Kudus untuk menyambut bulan Ramadan.

c. Wisata Budaya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Wisata Budaya memiliki arti bepergian bersama-sama dng tujuan mengenali hasil kebudayaan setempat. Beberapa contoh wisata budaya meliputi upacara adat, seni pertunjukan adat, ritual - ritual, peninggalan nenek moyang dan lain sebagainya. Contoh :

Candi Borobudur merupakan candi Budha yang termegah, Candi Budha ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa Budha yang di dirikan pada abad ke 9
Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan prasasti Kayumwungan, seorang Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya mengungkapkan bahwa Borobudur adalah sebuah tempat ibadah yang selesai dibangun 26 Mei 824, hampir seratus tahun sejak masa awal dibangun. Nama Borobudur sendiri menurut beberapa orang berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara),yang dulu di kenal dengan sebutan Bumi Sambara Budhara .

Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke arah barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan kehidupan tersebut.

 

Friday, January 30, 2015

Campaign Video


This is our campaign video. This video is about The Lack Of Reading Interest In Indonesia.

Thai life insurance



In this assignment, I'm going to make an analysis about the advertisement of "Thai Life Insurance: Silence of Love". I'm going to analyze how the advertisement is relevant with life insurance.

There's a teenage girl who lives with his deaf-mute father. They are poor. The girl wants to have a normal dad like the other. Her feelings grow worse until she tried to suicide on her birthday. Her father bring her daughter immediately.

He said to the doctor “please help my daughter, I have money, house, everything” Even her father sacrifices himself.


Soft Skill Assignment-The Language of Persuasion

Andhika Yunandira

11614032
1SA01

Basic Persuasion Techniques

1. Association. This persuasion technique tries to link a product, service, or idea with something
already liked or desired by the target audience, such as fun, pleasure, beauty, security, intimacy,
success, wealth, etc. The media message doesn’t make explicit claims that you’ll get these things; the association is implied. Association can be a very powerful technique. A good ad can create a strong emotional response and then associate that feeling with a brand (family = Coke, victory = Nike). This process is known as emotional transfer. Several of the persuasion techniques below, like Beautiful people, Warm & fuzzy, Symbols and Nostalgia, are specific types of association.




2. Bandwagon. Many ads show lots of people using the product, implying that "everyone is doing

it" (or at least, "all the cool people are doing it"). No one likes to be left out or left behind, and these ads urge us to "jump on the bandwagon.” Politicians use the same technique when they say, "The American people want..." How do they know?




3. Beautiful people. Beautiful people uses good-looking models (who may also be celebrities) to
attract our attention. This technique is extremely common in ads, which may also imply (but never promise!) that we’ll look like the models if we use the product.


4. Bribery. This technique tries to persuade us to buy a product by promising to give us something else, like a discount, a rebate, a coupon, or a "free gift.” Sales, special offers, contests, and sweepstakes are all forms of bribery. Unfortunately, we don’t really get something for free -- part of the sales price covers the cost of the bribe.



5. Celebrities. (A type of Testimonial – the opposite of Plain folks.) We tend to pay attention to
famous people. That’s why they’re famous! Ads often use celebrities to grab our attention. By
appearing in an ad, celebrities implicitly endorse a product; sometimes the endorsement is explicit. Many people know that companies pay celebrities a lot of money to appear in their ads (Nike’s huge contracts with leading athletes, for example, are well known) but this type of testimonial still seems to be effective.



6. Experts. (A type of Testimonial.) We rely on experts to advise us about things that we don’t
know ourselves. Scientists, doctors, professors and other professionals often appear in ads and
advocacy messages, lending their credibility to the product, service, or idea being sold. Sometimes, “plain folks” can also be experts, as when a mother endorses a brand of baby powder or a construction worker endorses a treatment for sore muscles.


7. Explicit claims. Something is "explicit" if it is directly, fully, and/or clearly expressed or demonstrated. For example, some ads state the price of a product, the main ingredients, where it
was made, or the number of items in the package – these are explicit claims. So are specific, measurable promises about quality, effectiveness, or reliability, like “Works in only five minutes!”
Explicit claims can be proven true or false through close examination or testing, and if they’re false, the advertiser can get in trouble. It can be surprising to learn how few ads make explicit claims. Most of them try to persuade us in ways that cannot be proved or disproved.



8. Fear. This is the opposite of the Association technique. It uses something disliked or feared by
the intended audience (like bad breath, failure, high taxes or terrorism) to promote a "solution.” Ads use fear to sell us products that claim to prevent or fix the problem. Politicians and advocacy groups stoke our fears to get elected or to gain support.



9. Humor. Many ads use humor because it grabs our attention and it’s a powerful persuasion
technique. When we laugh, we feel good. Advertisers make us laugh and then show us their product or logo because they’re trying to connect that good feeling to their product. They hope that when we see their product in a store, we’ll subtly re-experience that good feeling and select their product. Advocacy messages (and news) rarely use humor because it can undermine their credibility; an exception is political satire.


10. Intensity. The language of ads is full of intensifiers, including superlatives (greatest, best, most, fastest, lowest prices), comparatives (more, better than, improved, increased, fewer calories), hyperbole (amazing, incredible, forever), exaggeration, and many other ways to hype the product.





11. Maybe. Unproven, exaggerated or outrageous claims are commonly preceded by "weasel words" such as may, might, can, could, some, many, often, virtually, as many as, or up to. Watch for these words if an offer seems too good to be true. Commonly, the Intensity and Maybe techniques are used together, making the whole thing meaningless.




12. Plain folks. (A type of Testimonial – the opposite of Celebrities.) This technique works because we may believe a "regular person" more than an intellectual or a highly-paid celebrity. It’s often used to sell everyday products like laundry detergent because we can more easily see ourselves using the product, too. The Plain folks technique strengthens the down-home, "authentic" image of products like pickup trucks and politicians. Unfortunately, most of the "plain folks" in ads are actually paid actors carefully selected because they look like "regular people.”






13. Repetition. Advertisers use repetition in two ways: Within an ad or advocacy message, words, sounds or images may be repeated to reinforce the main point. And the message itself (a TV commercial, a billboard, a website banner ad) may be displayed many times. Even unpleasant ads and political slogans work if they are repeated enough to pound their message into our minds.






14. Testimonials. Media messages often show people testifying about the value or quality of a product, or endorsing an idea. They can be experts, celebrities, or plain folks. We tend to believe them because they appear to be a neutral third party (a pop star, for example, not the lipstick maker, or a community member instead of the politician running for office.) This technique works best when it seems like the person “testifying” is doing so because they genuinely like the product or agree with the idea. Some testimonials may be less effective when we recognize that the person is getting paid to endorse the product.






15. Warm & fuzzy. This technique uses sentimental images (especially of families, kids and animals) to stimulate feelings of pleasure, comfort, and delight. It may also include the use of soothing music, pleasant voices, and evocative words like "cozy" or "cuddly.” The Warm & fuzzy




Intermediate persuasion techniques

16. The Big Lie. According to Adolf Hitler, one of the 20th century’s most dangerous propagandists, people are more suspicious of a small lie than a big one. The Big Lie is more than exaggeration or hype; it’s telling a complete falsehood with such confidence and charisma that people believe it. Recognizing The Big Lie requires "thinking outside the box" of conventional wisdom and asking the questions other people don’t ask.






17. Charisma. Sometimes, persuaders can be effective simply by appearing firm, bold, strong, and confident. This is particularly true in political and advocacy messages. People often follow charismatic leaders even when they disagree with their positions on issues that affect them.



18. Euphemism. While the Glittering generalities and Name-calling techniques arouse audiences with vivid, emotionally suggestive words, Euphemism tries to pacify audiences in order to make an unpleasant reality more palatable. Bland or abstract terms are used instead of clearer, more graphic words. Thus, we hear about corporate "downsizing" instead of "layoffs," or "enhanced interrogation techniques" instead of "torture.”



19. Extrapolation. Persuaders sometimes draw huge conclusions on the basis of a few small facts. Extrapolation works by ignoring complexity. It’s most persuasive when it predicts something we hope can or will be true.



20. Flattery. Persuaders love to flatter us. Politicians and advertisers sometimes speak directly to us: "You know a good deal when you see one." "You expect quality." "You work hard for a living." "You deserve it." Sometimes ads flatter us by showing people doing stupid things, so that we’ll feel smarter or superior. Flattery works because we like to be praised and we tend to believe people we like. (We’re sure that someone as brilliant as you will easily understand this technique!)





21. Glittering generalities. This is the use of so-called "virtue words" such as civilization, democracy, freedom, patriotism, motherhood, fatherhood, science, health, beauty, and love. Persuaders use these words in the hope that we will approve and accept their statements without examining the evidence. They hope that few people will ask whether it’s appropriate to invoke these concepts, while even fewer will ask what these concepts really mean.



22. Name- calling. 

This technique links a person or idea to a negative symbol (liar, creep, gossip, of Glittering generalities. Persuaders use Name-calling to make us reject the the basis of the negative symbol, instead of looking at the available evidence. A technique is to use adjectives with negative connotations (extreme, passive, yourself: Leaving out the name-calling, what are the merits of the idea itself?



23. New. We love new things and new ideas, because we tend to believe they’re better than old things and old ideas. That’s because the dominant culture in the United States (and many other countries) places great faith in technology and progress. But sometimes, new products and new ideas lead to new and more difficult problems.





24. Nostalgia. This is the opposite of the New technique. Many advertisers invoke a time when life was simpler and quality was supposedly better ("like Mom used to make"). Politicians promise to bring back the "good old days" and restore "tradition." But whose traditions are being restored? Who did they benefit, and who did they harm? This technique works because people tend to forget the bad parts of the past, and remember the good.





25. Rhetorical questions. These are questions designed to get us to agree with the speaker. They are set up so that the “correct” answer is obvious. ("Do you want to get out of debt?" "Do you want quick relief from headache pain?" and "Should we leave our nation vulnerable to terrorist attacks?" are all rhetorical questions.) Rhetorical questions are used to build trust and alignment before the sales pitch.




26. Scientific evidence. This is a particular application of the Expert technique. It uses the paraphernalia of science (charts, graphs, statistics, lab coats, etc.) to "prove" something. It often works because many people trust science and scientists. It’s important to look closely at the "evidence," however, because it can be misleading.





27. Simple solution. Life is complicated. People are complex. Problems often have many causes, and they’re not easy to solve. These realities create anxiety for many of us. Persuaders offer relief by ignoring complexity and proposing a Simple solution. Politicians claim one policy change

(lower taxes, a new law, a government program) will solve big social problems. Advertisers take this strategy even further, suggesting that a deodorant, a car, or a brand of beer will make you beautiful, popular and successful.





28. Slippery slope. This technique combines Extrapolation and Fear. Instead of predicting a positive future, it warns against a negative outcome. It argues against an idea by claiming it’s just the first step down a “slippery slope” toward something the target audience opposes. ("If we let them ban smoking in restaurants because it’s unhealthy, eventually they’ll ban fast food, too." This argument ignores the merits of banning smoking in restaurants.) The Slippery slope technique is commonly used in political debate, because it’s easy to claim that a small step will lead to a result most people won’t like, even though small steps can lead in many directions.





29. Symbols. Symbols are words or images that bring to mind some larger concept, usually one with strong emotional content, such as home, family, nation, religion, gender, or lifestyle. Persuaders use the power and intensity of symbols to make their case. But symbols can have different meanings for different people. Hummer SUVs are status symbols for some people, while to others they are symbols of environmental irresponsibility.



30. Ad hominem. Latin for "against the man," the ad hominem technique responds to an argument by attacking the opponent instead of addressing the argument itself. It’s also called "attacking the messenger.” It works on the belief that if there’s something wrong or objectionable about the messenger, the message must also be wrong.



31. Analogy. An analogy compares one situation with another. A good analogy, where the situations are reasonably similar, can aid decision-making. A weak analogy may not be persuasive, unless it uses emotionally-charged images that obscure the illogical or unfair comparison.





32. Card stacking. No one can tell the whole story; we all tell part of the story. Card stacking, however, deliberately provides a false context to give a misleading impression. It "stacks the deck," selecting only favorable evidence to lead the audience to the desired conclusion.






33. Cause vs. Correlation. While understanding true causes and true effects is important, persuaders can fool us by intentionally confusing correlation with cause. For example: Babies drink milk. Babies cry. Therefore, drinking milk makes babies cry.





34. Denial. This technique is used to escape responsibility for something that is unpopular or controversial. It can be either direct or indirect. A politician who says, "I won’t bring up my opponent’s marital problems," has just brought up the issue without sounding mean.





35. Diversion. This technique diverts our attention from a problem or issue by raising a separate issue, usually one where the persuader has a better chance of convincing us. Diversion is often used to hide the part of the story not being told. It is also known as a “red herring.”






36. Group dynamics. We are greatly influenced by what other people think and do. We can get carried away by the potent atmosphere of live audiences, rallies, or other gatherings. Group dynamics is a more intense version of the Majority belief and Bandwagon techniques.



37. Majority belief. This technique is similar to the Bandwagon technique. It works on the assumption that if most people believe something, it must be true. That’s why polls and survey results are so often used to back up an argument, even though pollsters will admit that responses vary widely depending on how one asks the question.



38. Scapegoating. Extremely powerful and very common in political speech, Scapegoating blames a problem on one person, group, race, religion, etc. Some people, for example, claim that undocumented (“illegal”) immigrants are the main cause of unemployment in the United States, even though unemployment is a complex problem with many causes. Scapegoating is a particularly dangerous form of the Simple solution technique.





39. Straw man. This technique builds up an illogical or deliberately damaged idea and presents it as something that one’s opponent supports or represents. Knocking down the "straw man" is easier than confronting the opponent directly.





40. Timing. Sometimes a media message is persuasive not because of what it says, but because of when it’s delivered. This can be as simple as placing ads for flowers and candy just before Valentine’s Day, or delivering a political speech right after a major news event. Sophisticated ad campaigns commonly roll out carefully-timed phases to grab our attention, stimulate desire, and generate a response.